Bismillahir-Rahmanir-Rahim .....
Seorang
sahabat menceritakan perjalanan kehidupannya yang sangat pahit
kepadaku, terlebih dahulu aku mengucapkan banyak terimakasih buat
ceritanya yang sudah menginspirasiku. semoga kisah ini bermanfaat untuk
sahabat semua. Amin... Inilah kisahnya :
Aku takut...
Keluargaku tergolong ekonomi lemah. Mamaku telah pergi ke luar kota
untuk tinggal dengan kakak pertamaku. Dirumah aku tinggal dengan
ayahku yang kerjaannya hanya mabuk dan tidur, memang ayah tidak
pernah macam-macam padaku, sementara dua adik laki-lakiku jarang ada
dirumah. Sebelum mama pergi keluar kota, rumah kecil yang kami
tempatin di kontrakkan pada calon mahasiswa sebuah universitas,
kulitnya hitam legam, dan baunya tidak enak, memang dia orang mampu,
hanya saya takut dengan orang itu, yang kerjaannya tiap hari minum
minuman keras. Aku sekarang tinggal dirumah bersama 4 orang
laki-laki. Dengan ruangan yang sempit, tidurpun harus bersama dan
hanya dibatasi oleh lemari pendek saja. Kadang saya merasa risih.
Sudah 1 bulan mama diluar kota, dan menghubungiku hanya beberapa kali, dapat dihitung dengan jari.
Satu waktu mamaku nelpon, mama bilang...
...."De,
kalau kurang uang minta aja ama Bang Moko, segala keperluan ade dia
yang nanggung, mama gakan kasih uang kiriman lagi. Kamu harus
menuruti semua keinginan Bang Moko,jangan malu-maluin mama".. Tanpa
menanyakan kabarku, adik-adikku, dan ayahku. Sedih dan bingung rasanya
dan sampai sekarang aku ga mengerti maksud perkataan mamaku di telpon
tadi.
Tak lama setelah mama nelpon, Bang Moko
menghampiriku, dia merangkulku dengan erat, aku hanya bisa berteriak,
Papaku malah tersenyum di atas kursi, tak ada satupun tetangga yang
lewat seperti biasanya. Bang Moko dalam keadaan mabuk terus-terusan
merangkulku dan mengejarku, pintu rumah dikunci olehnya, ayahku
malah terus tersenyum, aku hanya bisa menangis dan menjerit.
"Tuhan,,, Apa salahku?? ampuni aku Tuhan". Sampai beberapa waktu
saya terjatuh, Bang Moko berhasil merenggut kegadisanku. Aku kaget
mendengar penjelasan dari Bang Moko kenapa melakukan hal itu
terhadapku.
Dengan entengnya Bang Moko menjawab, "hei
dek, mamamu sudah menjual kamu padaku, bahkan rumah ini sudah aku
beli, sekarang mamamu gakan pernah bisa bertemu denganmu lagi.
Mamamu sudah jadi penduduk sana". Aku sangat sedih mendengar semua
itu. "Kenapa mama tinggal disana bang? kenapa mama tidak bilang
padaku?" tanyaku sambil meneteskan air mata kesakitan. "Mamamu sudah
tidak mampu membiayaimu, sementara ayahmu, kamu bisa lihat sendiri,
ga ada pemasukan untuk dia, kerjapun ga punya, dan adik-adikmu
sibuk sendiri dengan dunianya. Mamamu disana jadi PSK (Pegawai sex
komersil), orang sana pada hitam,walaupun mamamu sudah berumur, tapi
banyak yang tertarik, hahahah" jawabnya lantang kepadaku.
Semejak
kejadian itu, aku menjadi pendiam, bahkan awal mula aku
berkerudung, sekarang sudah tidak lagi, Bang Moko melarangku
berkerudung. Ayahku meninggal karena kebanyakan meminum minuman keras,
sementara kedua adikku pergi kerja keluar kota. Aku sekarang tinggal
sendiri dirumah. Sementara Bang Moko, hanya hari libur saja ke
rumah dan nginap dirumah. Aku harus melayani bang Moko seperti
suamiku. Memang dari segi materi dia sangat perhatian. Segala
kebutuhanku dipenuhinya. Namun tak jarang juga aku mendapatkan
perlakuan kasar darinya. Bahkan sering kali kerumahku berdatangan
permpuan-perempuan panggilan. aku tidak bisa melarangnya. aku tidak
punya hak apapun. perempuan itu bergantian datang. Aku malu terhadap
tetanggaku.
Dan tak lama tetanggaku mencium bahwa
rumahku dijadikan tempat maksiat. sampai suatu hari, Bang Moko di
usir dari kampung, status kemahasiswaannya dicabut oleh kampus, dan
bang Mokopun pergi ke tempat asalnya. Sekarang aku di rumah sendiri.
untuk hidup aku mencari pekerjaan jasa mencuci pakaian tetanggaku.
Alhamdulillah aku masih bisa makan dari hasil kerjaku sendiri.
Walaupun hati ini masih merasakan kesakitan yang sangat dalam.
Takkan pernah ku lupakan kejadian ini, dan mudah-mudahan tidak ada
lagi orang yang bernasib sepertiku. Kini aku telah memakai kembali
jilbabku, tanpa ada yang melarang.
Sudah 3 Minggu aku
bekerja dan hidup sendiri dirumah, tak ku sangka... aku harus
menanggung satu beban lagi. Aku Hamil!!! Tuhan.... Cobaan apa lagi
yang Engkau berikan kepadaku? Apa yang harus kulakukan? Aku hanya
mampu meminta pertolongan kepada-Mu. Kalau memang anak yang aku kandung
ini bisa mengangkat nama baikku, sehatkan dan lindungi dia sampai
dia bisa melihat dunia ini, tetapi kalau anak ini hanya memberikan
beban untukku, semuanya aku serahkan kepadamu".
Sholat
malam selalu aku lakukan, dan rutinitas pekerjaan jasa cuci terus aku
jalani. Beberapa bulan kemuadian, salah satu tetanggaku yang
pakaiannya selalu aku cucikan hampir tiap hari melihat perkembangan
perutku yang terus membesar, Tetanggaku sangat berpendidikan. Aku suka
memanggilnya Bu Ratna, dia seorang Dosen di salah satu perguruan
tinggi negeri di daerah Bandung. dia mempunyai 1 orang anak namun
sudah besar dan sedang melanjutkan sekolah di malaysia. Setau aku, Bu
Ratna tidak bisa hamil lagi karena dia terserang kista dan rahimnya
di angkat oleh dokter.
Dengan konsentrasi dan terus
mencuci tiba-tiba Bu Ratna memanggilku, dan Dia hanya bilang "De,
nanti setelah nyuci ke rumah sebentar ya? ada yang saya mau
tanyakan?" sapanya ramah kepadaku. "Iya bu, saya mau jemur dulu
pakaian ini, nanti saya temui ibu", jawabku dengan sedikit
kebingnungan.
Setelah beres mencuci dan menjemur semua
pakean, aku langsung menemui Bu Ratna. "ada apa Bu? ada yang harus
saya kerjakan lagi?", Bu Ratna dengan ramah hanya bilang "Enggak De,
maaf sebelumnya, ibu melihat perutmu semakin hari semakin membesar?
kenapa? apa kamu hamil?" Tanyanya dengan langsung ke topik tetapi
dengan gayanya yang sangat ramah, aku terdiam beberapa saat... dan
karena aku yakin bahwa Bu Ratna orangnya sangat baik, akhirnya aku
menceritakan semua kejadian yang menimpaku. dan akupun bilang bahwa
aku hamil oleh Bang Moko yang waktu-waktu kebelakang di gerebek dan
diusir masyarakat.
Singkat pembicaraan, Bu Ratna bilang
"De, ibu hanya ingin menolong kamu, dengan sebisanya, kebetulan anak
ibu satu-satunya sudah dewasa, dan ibu tidak bisa mempunyai anak
lagi, meskipun cita-cita ibu pengen punya anak lebih dari 1
orang,tapi kesehatan ibu kurang mendukung, ibu harap kamu tidak
tersinggung dengan ucapan ibu yang selalu langsung pada inti
pembicaraan. Kalau tidak keberatan, Ibu ingin merawat anakmu nanti
kalau sudah lahir. Makannya kamu jaga kandungan kamu, jangan samapai
kenapa-kenapa dengan anakmu, soal tetangga biar Ibu dan Suami ibu
yang hadapi.
~Air mataku tiba-tiba menetes, sedih dan
haru yang aku rasakan saat itu, ucapan yang keluar dari kata-kata
Ibu ratna membuatku langsung sujud syukur..."~
*Alhamdulillah...
sebelumnya makasih banyak ibu, saya benar-benar senang
mendengarnya. Saya pasti akan menjaga kandungan saya ini.
*Singkat
cerita, 9 Bulan 10 Hari akupun melahirkan seorang anak perempuan
yang begitu manis, untunglah,,, mukanya tidak seperti Bang Moko. Bu
Ranta sangat senang melihat anakku lahir. sedangkan pak Edi (Suami
Bu Ratna) pun menyambut dengan ramah dan mereka telah mempersiapkan
nama untuk anak saya. Dengan meminta ijin dan persetujuan aku,
anakku diberinama "PUTRI AZ ZAHRA".
Alhamdulillah anakku
bisa merasakan kebahagiaan dengan lingkungan yang sangat
menyayanginya. lebih mengharukan dan menyenangkan lagi, Bu ratna
tidak pernah menutupi dan menyembunyikan siapa saya pada anakku.
Sampai tumbuh dewasa, anakku tahu kalau aku ibu kandungnya. Namun
anakku lebih bisa tahu diri, kecerdasan yang dimiliki anakku sangat
membantu keluarga Bu Ratna dan Pak Edi sehari-hari. Bahkan Anak
kandungnya sangat menyambut hangat dengan kehadiran anakku yang di
besarkan dan dibiayai oleh orangtuanya.
Maha besar
Allah dengan semua anugerahnya. Kini akupun tidak lagi sebagai
tukang cuci keliling kampung. Pak Edi dan Bu ratna membukakan aku
sebuah Grosir dan Warung nasi untuk usahaku. Grosirku sangat maju
dan laris, alhamdulillah atas rejeki dari Allah swt yang diberikan
melalui Keluarga Ibu Ratna dan Pak Edi saya mampu menghidupi diri
sendiri dan anak saya. walaupun 100% anakku dibiayai oleh Pak Edi,
namun aku masih berkewajiban menafkahi anakku. Usahaku sangat
lancar, bahkan aku bisa membeli tanah dan kendaraan dari uang ku,
tanpa melupakan jasa keluarga Pak Edi Tentunya.
Terimakasih Ya Allah... Kehidupanku kini berangsur lebih baik, doa setiap malamku telah Engkau kabulkan.